Hujan rintik mengguyur ujung pelipis, dinginnya merayap
perlahan, seolah menggoda ingatan untuk kembali ke masa lalu. Aku mereguk
serpih kenangan, menyesap setiap bayanganmu yang tertinggal di batas waktu. Ada
kerinduan yang tak dapat kuhentikan, meski aku tahu, mencarimu adalah usaha
yang sia-sia. Namun, hati ini tetap keras kepala, terus memanggilmu di antara
gemuruh hujan.
Kehilangan selalu menjadi gurat
takdir yang tak terelakkan. Ia seperti malam tanpa bintang, menelanjangi
harapan hingga hanya menyisakan kegelapan yang pekat. Sunyi pun menjadi teman
akrab, berbisik lirih di telinga, menekankan bahwa kau telah pergi. Ada luka
yang tak terlihat, tapi menghujam sedalam-dalamnya. Kehilanganmu adalah
kenyataan paling kelam yang tak pernah benar-benar bisa kuterima.
Denting sengkala itu—irama waktu
yang terus berdetak—bernyanyi dalam dada ini. Setiap nadanya mengingatkan akan
jejakmu yang tak pernah benar-benar pergi. Kau ada di mana-mana: di aroma
hujan, di gemerisik dedaunan, bahkan dalam bayangan yang tercipta dari cahaya
lampu jalan. Kehadiranmu seperti bayangan yang memeluk hati, menyakitkan, tapi
juga menenangkan.
Aku sering bertanya pada diriku
sendiri, apakah kehilangan ini sebuah hukuman atau pelajaran? Hari-hari yang
berlalu terasa panjang, penuh dengan rasa rindu yang tak terucap. Setiap
langkahku terasa berat, seakan-akan beban kenanganmu mengganduli kaki ini. Tapi
meski demikian, aku tetap berjalan, mencoba mencari arti di balik semua ini.
Hidup adalah perjalanan melintasi
kehilangan demi kehilangan, begitulah aku akhirnya menyadarinya. Denting
sengkala itu tak pernah berhenti, ia terus bernyanyi, mengiringi langkahku
menuju lembaran baru. Mungkin kau sudah menjadi masa lalu, tapi kenanganmu akan
selalu menjadi bagian dari cerita hidupku. Meski menyakitkan, aku belajar
menerima bahwa kau pernah ada di dalam hidupku untuk memberi warna, meski hanya
sementara.
Kini, saat hujan kembali
membasahi bumi, aku menatap langit kelabu dan tersenyum samar. Kehilangan ini
mengajarkanku satu hal: bahwa aku masih hidup, masih bisa merasa, dan masih
punya kesempatan untuk mencipta cerita baru. Denting sengkala itu mungkin mengingatkanku
padamu, tapi ia juga memanggilku untuk terus maju, menuliskan kisah yang belum
selesai.
Hidup mungkin penuh dengan
guratan takdir yang tak bisa kulawan, tapi aku percaya, setiap denting waktu
yang berlalu membawa harapan untuk esok yang lebih terang. Meski bayanganmu
akan selalu ada di sudut hati, aku tahu, aku harus melangkah. Dan di setiap
langkah itu, denting sengkala akan terus mengiringiku, menguatkanku untuk
menerima bahwa kehilangan adalah bagian dari cinta yang pernah ada.