Pergilah, beristirahatlah dengan damai dari mengganggu ingatanku. Aku ingin melanjutkan hidup tanpa terus terbelenggu oleh bayang-bayangmu. Sudah cukup lama aku membiarkan luka ini bernanah, menenggelamkan diriku dalam kesedihan yang tak berujung. Kini, aku berusaha bangkit, meski masih tertatih dan meringkih. Dengan segenap kekuatan yang tersisa, aku memaksa diriku melangkah maju. Perlahan, kutinggalkan kenangan yang sempat begitu menyesakkan. Aku sadar, tak semua kenangan harus dipegang erat-erat. Beberapa justru harus dilepaskan agar aku bisa bernapas lega.
Setiap detik, kuusahakan untuk menyingkirkan rasa getir yang tersisa dan melupakan pengalaman pahit bersamamu. Seperti badai yang datang tiba-tiba, kau menghantam dan mengacaukan seluruh harapan yang pernah kubangun. Tetapi kini, aku tak ingin lagi menatap ke belakang. Aku tahu, perjalanan menuju pulih tidak mudah, tapi aku akan sampai di sana—pada titik di mana aku tidak lagi menangisi masa lalu. Perlahan, aku belajar menahan sesak di dada yang kerap datang tanpa aba-aba, membiarkan rasa sakit memudar seiring waktu.
Dulu, mawar merah darimu kucium dengan penuh cinta, tanpa tahu bahwa harumnya mengandung racun. Aku terjebak dalam pesonamu—sama seperti kumbang yang tertarik pada bunga berbahaya. Saat sadar, aku telah terjatuh terlalu dalam. Luka yang kau tinggalkan tidak hanya merusak hatiku, tetapi juga kepercayaanku. Tidak pernah kubayangkan bahwa kau, yang dulu begitu kupercaya, bisa menyakitiku dengan cara yang begitu licik dan durjana. Kau mengajarkanku bahwa tidak semua yang indah pantas dipercaya.
Kini, aku mengizinkanmu untuk benar-benar pergi. Meski ada bagian diriku yang belum sepenuhnya rela, aku tahu ini jalan terbaik. Aku harus berhenti berharap akan perubahan yang tak pernah datang, berhenti menunggu pintu masa lalu terbuka kembali. Biarlah masing-masing dari kita memilih jalannya sendiri, tanpa perlu menoleh ke belakang. Hikayat kita sudah usang—buku itu tak perlu dibuka lagi, tak perlu dibaca ulang. Cukup bagiku mengenangmu sebagai pelajaran, bukan sebagai harapan yang terus-menerus mengecewakan.
Akhirnya, aku sadar bahwa hidupku tak boleh berhenti hanya karena cinta yang berkhianat. Jalan di depanku masih panjang dan penuh kejutan. Aku ingin menemukan kebahagiaan dengan caraku sendiri, tanpa bayang-bayang masa lalu. Meski kadang rindu menyelinap, aku memilih untuk berdamai dengan perasaan itu, bukan lagi terjebak di dalamnya. Setiap luka pasti sembuh seiring waktu, dan setiap akhir adalah awal bagi sesuatu yang baru. Biarlah kepergianmu menjadi akhir dari bab yang penuh duka, dan semoga esok menjadi cerita baru yang lebih indah.
Selamat tinggal, masa lalu. Aku bukan lagi tawanan kenangan yang menyakitkan. Aku telah melepaskanmu dan memilih untuk mencintai diriku sendiri lebih dari sebelumnya. Pergilah, karena aku telah memaafkan. Pergilah, karena aku juga ingin beristirahat dalam damai—tanpa lagi dihantui oleh bayanganmu.