Apakah dia lebih asik? Pertanyaan ini sering muncul ketika kita merasa tergantikan, ketika seseorang yang kita cintai mulai membuka pintu hatinya untuk orang lain. Kita bertanya-tanya, apakah sosok baru itu benar-benar lebih baik? Apakah dia lebih mampu memberi perhatian, mendengarkan cerita-cerita yang seringkali sudah diulang berkali-kali, namun tetap dipahami dengan kesabaran yang tak bertepi? Dalam kekhawatiran itu, muncul keraguan: apakah orang baru itu lebih mampu menyentuh hati, ketimbang aku yang sudah lebih dulu berada di sana?
Sering kali, orang baru terlihat lebih menarik, seolah-olah mereka datang dengan janji-janji akan kebahagiaan yang lebih baik. Di saat yang sama, kita mulai meragukan diri sendiri. Kita bertanya, apa yang kurang dari kita? Kenapa cinta yang dulu penuh kini terasa memudar? Tetapi, di balik perbandingan yang terus menerus ini, kita sering lupa bahwa hubungan bukan hanya tentang siapa yang lebih bisa mengambil hati, melainkan tentang perjalanan dua hati yang saling tumbuh dan berubah. Perasaan bisa berubah seiring waktu, dan terkadang perbedaan di antara dua orang yang dulu saling mencintai semakin terlihat jelas, membuat salah satu memutuskan untuk mencari jalan baru.
Ketika hati sudah saling melukai, muncul pola yang hampir selalu sama: satu pihak memutuskan untuk membuka hatinya, sementara yang lain memilih untuk tetap berdiam dalam luka. Ini adalah siklus yang menyakitkan. Di satu sisi, ada rasa marah dan kekecewaan karena merasa tergantikan, dan di sisi lain, ada upaya dari yang lain untuk menyembuhkan dengan cara menemukan cinta yang baru. Perasaan terjebak dalam kenangan dan penyesalan seringkali membuat kita sulit menerima kenyataan bahwa waktu telah membawa jarak di antara kita.
Namun, kenyataan pahit adalah bahwa dalam banyak kasus, orang baru memang akan terlihat lebih baik. Itu bukan karena mereka sempurna, tetapi karena mereka datang dengan lembaran yang masih kosong, tanpa luka masa lalu, tanpa kesalahan yang terus diingat. Mereka adalah sosok baru yang memberikan harapan akan cinta yang lebih sederhana dan tanpa beban. Kita lupa bahwa setiap hubungan baru akan memiliki tantangannya sendiri di kemudian hari, dan membandingkan apa yang kita miliki di masa lalu dengan apa yang baru sering kali hanya menambah luka di hati.
Pada akhirnya, pertanyaan-pertanyaan seperti "Apakah dia lebih asik?" atau "Apakah dia lebih peduli?" hanyalah refleksi dari rasa ketidakamanan kita sendiri. Bukan tentang siapa yang lebih baik, tetapi tentang bagaimana kita memproses rasa sakit dan kehilangan. Orang baru mungkin terlihat lebih baik, tetapi yang sebenarnya kita cari adalah kedamaian di dalam hati kita sendiri—bukan perbandingan, tetapi penerimaan bahwa cinta yang hilang akan digantikan oleh kebahagiaan lain, baik dalam hubungan yang baru maupun dalam kebahagiaan kita dengan diri sendiri.