Tidak ada yang abadi di semesta ini, begitupun aku yang telah begitu dalam menjatuhkan hati, kini harus berlapang dada menerima setiap luka atas kepergianmu tanpa aba-aba. Aku belum siap, saat kau berencana pergi meninggalkan semua kenangan yang pernah terukir serta mimpi-mimpi yang belum sempat kita arungi. Hari-hariku terasa terbalut sembilu, air mata telah tumpah ruah memeriahkan patahnya hati kala semua tentangmu hadir tanpa permisi.
Sempat aku bertanya pada diri apa yang membuatmu pergi. Begitu mudahkah kau melepas semua tentangku, lalu dengan sukarela menitip pamit pada langit hingga menghantarkan gemuruh perih dan rasa sakit. Lupakah di antara kita pernah menjalin berjuta indah, namun dengan mudah kau membuang semua kisah dengan kata pisah. Kini, yang tersisa hanya aku dengan segala kerelaan tentangmu.
Terima kasih atas ucap pamit yang mengundang rasa sakit. Terima kasih atas semua kenangan yang kau beri tanpa penyesalan. Terima kasih telah membuat air mataku jatuh bertubi-tubi. Aku telah menerima kehilanganmu dengan puluhan malam tanpa sapaan, tanpa candaan, dan tanpa perasaan. Mungkin bahagiamu adalah tanpaku, maka pergilah, biar aku rayakan kepergianmu dengan sisa-sisa luka yang masih tersimpan tanpa air mata, maupun perasaan.