Tentang dekat
yang diharuskan bersekat.
Hai, kita tahu ini sakit, tapi
bertahanlah dari segala apa yang akan datang menggigit. Kita pernah terjebak
dalam belenggu kesendirian yang panjang, dan kupikir, kita bukanlah lagi
seseorang yang akan dengan mudah dikalahkan keadaan. Namun, andai ternyata
nanti rindu itu tak lagi mau mengajakmu bersahabat, maka ingatlah. Aku hidup di
hatimu, dan sampai kapanpun akan selalu begitu.
Tenang saja. Perihal menanti, aku
telah cukup terlatih. Bahkan sekalipun itu untuk yang lupa jalannya kembali,
diriku sudah pernah sebegitunya diuji. Jadi berhentilah menangis. Bila netramu
berair, dikarenakan temu yang kau harapkan itu tak kunjung hadir, pandangi saja
potret diriku, ingat bahwa tanganku pernah mengusap air matamu yang jatuh.
Jika telingamu haus mendengar
suaraku, ingatlah bahwa di antara dinginya udara dan sunyinya malam, bisikku
lirih menyebut namamu. Bila kata cinta dariku kau butuh untuk menenangkan
resahmu, dan waktu tak meluaskanku untuk menyampaikan semua itu, ingatlah. Kau
puisi terindah yang tak pernah mampu kutulis.
Terkadang, kita memang akan
berberat hati akan sesuatu yang menguji, namun di balik dari semua yang terasa
mematahkan hati, kita dilatih untuk lebih baik lagi. Percayalah, waktu sudah
menyiapkan sesuatu yang indah dikemudian hari. Entah bagaimana nanti, aku tak
peduli. Biar saja aku memaku hati, atau memasung diri menantimu kembali.
Dan akan bagaimana aku tanpamu
setelah ini, mungkin aku akan sulit terbiasa. Tapi tak masalah, berapapun
lamanya, aku masihlah seseorang yang akan keras kepala memeluk setianya. Biarlah
saja tulisan-tulisanku yang menemaniku melewati ketiadaan dirimu, kan kutabung
semua isi perasaan selama aku menunggu. Kan kujadikan semua isi hati yang
merintih sebagai puisi, yang kutulis, dan yang akan kau baca. Setelah kau
kembali.
Peluklah saja semua ketidak
relaan itu sekarang, jadikan pupuk terbaik, untuk cinta yang kau bawa.