Mungkin ini menyedihkan untuk ditulis, tapi bukankah kita
juga membutuhkan sesuatu yang bisa melegakan ketika hati merasa teriris? Sejak kita
sepakat untuk saling melepas, aku layaknya sebuah pena tanpa tinta. Begitu banyak
kata yang ingi kutulis, tapi tak kutemukan satu pun kata-kata itu tertulis. Semua
hanya kembali abu-abu, saat kau tak lagi menjadi bagian dari duniaku.
Sesungguhnya, masih banyak hal yang ingin kuselesaikan denganmu,
namun sepertinya itu juga sudah tidak perlu. Karena kupikir hatimu pasti telah
sembuh, tak seperti bagianku yang masih saja tak utuh. Kau juga telah memiliki
duniamu yang baru, dan kita yang dahulu hanyalah masa lalu.
Ya, begitulah yang menjadi isi kepalaku sekarang, meski
itulah alasan mengapa hari-hari kehilangan ini begitu melelahkan dan terasa
panjang. Rasanya aku ingin hilang kesadaran, namun kesadaranku selalu saja sulit
dihilangkan. Kupikir karena terlalu banyak kopi yang aku komsumsi sehari,
ternyata hatiku saja yang sedah patah setiap hari.
Bayanganmu menjelama serupa banyangan diri, melekat kemana
pun aku pergi, mengikuti dimana pun imaji berlari. Lantas, harus seberapa jauh
untukku menjauh agar hilangmu tak lagi menjadi sesuatu yang membuatku merasa
rapuh? Sayang mungkin aku masih bisa mengikhlaskan banyak kepergian, namu
perkara menipu perasaan, kaulah cinta yang tak mampu kutepikan.
Sayang, sepertinya aku mulai terbiasa dengan semua caramu
menyembuhkan lukaku, dan kini harapku menatap kosong di hari-hari yang telah
lama hilang itu. Aku tahu kau takkan kembali, tapi sesuatu yang tak juga
kunjung padam dalam diriku masih saja betah membuatku memandang akan datangnya
keajaiban itu.
Ingin rasanya kudekap dirimu, kuucapkan salam perpisahan,
mengembalikan seluruh rasa yang tak seharusnya kupunya, agar aku juga bisa
terlepas dan merasa bebas, sepeti dirimu. Tidak seperti ini, di mana bibirku tersenyum
atas persandinganmu yang tiba-tiba, tapi juga dengan hati dan perasaan yang tak
bisa kukata.
Aku pun tahu, tulisanku takkan mengubah apapun. Bahkan akan
bagaimana diriku setelah ini. Seseorang yang tak bisa kulihat lagi, terima kasih
pernah di sini.
