Jadi kapan kita bermain hujan? Kapan kita menari di atas rinai yang berirama? Kapan kita berbahagia di atas derasnya hujan? Kapan kita berteduh saat hujan?
Bermain hujan bersamamu adalah impianku. Menari di atas irama gerimis yang dinamis adalah impianku. Tawa bahagia aku dan dirimu di atas derasnya hujan adalah impianku. Bahkan berteduh bersamamu sambil bercerita suka dan duka yang dialami olehku atau olehmu adalah impianku juga.
Pertanyaan yang sering muncul di benakku tentang bersamamu di atas hujan kini telah jadi kenangan. Mimpi yang harus kukubur dalam-dalam. Mimpi yang selalu tetap jadi mimpi sampai kapan pun. Namun, aku tahu Tuhan akan merubah mimpi yang tetap itu menjadi kenyataan untukku jika memang itu takdirnya.
Namun, untuk kali ini aku harus merelakanmu. Merelakan dirimu mengukir kisah indah bersama pilihanmu. Aku kembali kalah dalam mencintai. Aku kalah disini bukan dalam hal aku bersaing dengan pria yang membersamaimu saat ini. Kalah maksudku di sini, dirimu telah terlebih dahulu luluh kepada seorang pria yang kini menjadi kekasihmu. Aku hanya pria baru yang terlambat mencintaimu.
Kini pada akhirnya aku sendirian dalam menikmati merdunya irama rinai hujan. Dinginnya yang menusuk ke ulu hati hingga tangis pun tercipta di pelupuk mataku. Hujan kali ini rasanya begitu menyayat hati. Hujan kali ini tidak ada lagi kata rindu dibenakku. Hujan kali ini penuh dengan kehancuran. Hanya tangis yang bisa langit dengar dari diriku. Tidak ada lagi tawa disaat aku berada dibawah derasnya hujan.
Selamat berbahagia dengan pilihanmu. Senang bisa mencintaimu setulus ini. Senang bisa menjaga hatiku untukmu dan untuk diriku sendiri. Senang bisa bertemu denganmu. Terima kasih telah menghargai perasaanku terhadapmu. Bahagia selalu.